Thursday, September 16, 2021

Beberapa Hal Yang Patut Dihindari Dalam Mengasuh Anak

 Berikut beberapa hal yang patut dihindari dalam mengasuh anak:

1) Orang tua menjadikan cinta sebagai suatu balasan. Orang tua seringkali memberi pengertian bahwa anak-anak apabila melakukan kebaikan atau bersikap baik maka orang tua akan mencintai dan menyayangi mereka. Sehingga menjadikan anak berusaha mendapatkan kasih sayang orang tua. Padahal seharusnya orang tua mencintai anak-anaknya apa adanya, meski terdapat kelemahan dan kesalahan pada diri anak. Cinta yang akan menggerakkan orang tua untuk merubah kesalahan anak menjadi kebaikan.

2) Orang tua tidak mengekspresikan cinta. Orang tua di negara-negara Asia cenderung tidak mengekspresikan cintanya terhadap anak. Jika demikian, lantas bagaimana anak mengetahui kalau mereka dicintai orang tuanya? Padahal Rasulullah selalu mengekspresikan rasa cintanya pada anak dengan ucapan sayang, kecupan, pelukan dan perbuatan lainnya.

3) Anak disamakan dengan orang dewasa. Padahal anak-anak bukanlah miniatur orang dewasa. Mereka memiliki pikiran dan sikap yang berbeda dengan orang dewasa.

4) Orang tua terlalu banyak berharap. Orang tua sering mengharapkan anaknya berhasil dan sukses. Bahkan orang tua seringkali mengharapkan agar anak mencapai sesuatu yang dahulu orang tuanya tidak memiliki kesempatan untuk mencapainya. Orang tua yang memiliki ekspektasi tinggi terhadap anaknya, akan membuat anak menjadi tertekan. Ukuran prestasi anak adalah saat ia melakukan yang mampu ia lakukan. Tidak mesti menjadi yang terbaik. Jika hal ini terus dilakukan oleh orang tua, anak akan frustasi dan merasa gagal. Anak pun dapat membangun rasa marah serta kebencian terhadap orang tua.

5) Terlalu memanjakan. Menyerah pada setiap tingkah laku dan keinginan anak bukanlah pengasuhan yang baik. Anak harus diberi batasan. Bentuk pengawasan eksternal ini akan membantu anak menumbuhkan sikap pengendalian diri.

6) Melindungi anak dari kesalahan yang diperbuatnya. Melindungi anak dari berbuat salah adalah kesalahan terbesar, karena yang demikian membiarkan anak tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari sesuatu yang benar dan yang salah. Terlalu cepat mengkoreksi kesalahan atau terburu-buru memperbaiki kesalahan yang dilakukan anak akan menghilangkan kesempatannya untuk belajar. Membiarkan anak menyadari kesalahannya memang membutuhkan waktu. Akan tetapi sesungguhnya pengalaman menjadi lebih berarti dan bermanfaat bagi anak. Anak akan belajar dari kesalahan yang mereka lakukan.

Di atas semua itu kesalahan mendasar yang sering dilakukan para orang tua di tengah masyarakat yang kompetitif. Mereka ingin anaknya menjadi kebanggaan bagi keluarga atau orang tuanya tanpa melihat kemampuan anak sebenarnya.


Sumber: Dr. Irwan Prayitno. 2003. Anakku Penyejuk Hatiku. Bekasi: Pustaka Tarbiatuna.


by. guru mim taskombang

AGAR ANAK TAK MUDAH BERBOHONG

 Berbohong adalah perbuatan yang dibenci Allah subhaanahu wa ta’ala. Tidak ada seorangpun yang senang jika dibohongi. Mengatakan sesuatu yang tidak benar dan berdusta merupakan tindakan yang tidak diterima oleh lingkungan sosial. Pun agama kita, Islam menyuruh kita menjauhi tingkah laku bohong. Karena dengan berbohong akan merugikan diri sendiri serta orang lain. Kita tidak dipercaya oleh orang lain. Selain kerugian di dunia, juga di akhirat. Sebab Allah akan menjauhkan orang yang suka berbohong dari sisi-Nya.

Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 2-3)

Berbohong adalah sikap sengaja mengatakan sesuatu yang tidak benar dengan tujuan memperoleh keuntungan. Anak di bawah usia lima tahun tidak mengerti maksud berbohong. Anak usia tersebut mempunyai sedikit pengetahuan dan informasi. Sehingga mereka terkesan berbohong saat menjawab pertanyaan orang dewasa. Orang tua harus memahami hal ini, agar tidak terburu-buru memberikan stigma suka bohong terhadap anak-anak balita.

Seringkali orang tua adalah pihak pertama yang memberi contoh sehingga anak belajar berbohong. Jika orang tua memberikan alasan dan berbohong untuk menghindari suatu kegiatan di depan anak mereka, berarti secara tidak sadar orang tua telah memberikan contoh yang buruk kepada anak-anak mereka.

Penyebab Berbohong

1) Anak berbohong untuk melindungi diri. Misalnya dari hukuman orang tua.

2) Anak menolak kenyataan yang ada. Yakni untuk mengatasi ingatan dan perasaan yang menyakitkan. Misalnya anak dihukum oleh guru tetapi di rumah ia menceritakan guru memberinya hadiah.

3) Anak membutuhkan perhatian dari orang tuanya atau lingkungannya. Dengan berbohong anak berharap mendapatkan perhatian.

4) Anak belum dapat membedakan antara kenyataan dan fantasi. Biasanya terjadi pada anak yang masih kecil.

5) Anak berbohong karena ingin melindungi anak lain dari serangan atau kritikan.

6) Anak yang benci terhadap orang lain.

7) Anak yang menginginkan sesuatu tapi tidak diperbolehkan.

8) Anak yang memiliki citra diri negatif. Anak yang merasa dirinya tidak berarti, maka ia berbohong untuk meningkatkan harga dirinya.

9) Anak yang tidak dipercaya oleh orang tuanya. Misalnya saja orang tua mengatakan anak adalah seorang pembohong. Akibatnya tingkah laku berbohong malah semakin kuat.

10) Anak mendapatkan contoh dari lingkungannya sehingga membenarkan tingkah laku berbohong.

Agar anak tak mudah berbohong

Bagaimana agar anak tak mudah berbohong? Bisakah berbohong dicegah? Jawabnya adalah bisa. Asalkan orang tua bisa berkomunikasi dengan baik kepada anak. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mencegah kebiasaan berbohong:

1) Tidak memojokkan anak dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menuduh. Ingat, setiap anak butuh diberi kepercayaan.

2) Orang tua sering melakukan diskusi tentang masalah-masalah moral. Seperti alasan tidak boleh berbohong.

3) Sebaiknya hindari pemberian hukuman yang terlalu sering dan keras. Pemberian hukuman yang tidak proposional akan membuat anak mencari-cari cara untuk selamat.

4) Orang tua memberikan contoh yang baik dan lebih mawas diri terhadap kecenderungan yang biasa dilakukan. Seperti melebih-lebihkan cerita, ingkar janji, tidak mengakui kesalahan atau menyuruh anak berbohong. Misalnya dengan meminta anak mengatakan pada tamu bahwa ayah/ibu tidak ada di rumah.


Referensi: Dr. Irwan Prayitno. 2003. Anakku Penyejuk Hatiku. Bekasi: Pustaka Tarbiatuna.


by. guru mim taskombang

BILA ANAK AGRESIF

Sifat agresif seringkali muncul pada masa kanak-kanak. Berupa tingkah laku menyerang, baik secara verbal ataupun fisik. Bahkan seringkali serupa ancaman yang disebabkan karena adanya rasa permusuhan. Perilaku mengancam dan menyerang pada anak inilah yang biasanya didefinisikan sebagai agresif.

Bagi sebagian orang tua, anak berebut mainan sampai pada perkelahian dianggap hal yang biasa. Bahkan dianggap sebagai persaingan yang sehat. Akan tetapi sebenarnya, serangan adalah sebuah masalah karena mengancam rasa aman anak lain. Ketika seorang anak gagal untuk memenuhi keinginannya, ia mulai menyerang anak lain, memukul, menendang, menggigit atau melempar benda-benda di sekitarnya.

Perilaku seperti ini dinamakan agresif. Agresif muncul sebagai reaksi emosi yang seringkali penyebabnya adalah frustasi, dilarang melakukan sesuatu atau perlakuan khusus orang tuanya. Perlakuan terlalu dimanja sehingga tingkah laku agresif mengalami penguatan dan pengulangan. Hal ini bisa saja terjadi karena beberapa keluarga malah menghargai perilaku agresif anak.

Penyebab yang lainnya adalah sikap agresif anak ditiru dari orang tuanya. Tingkah laku orang tua atau lingkungan merupakan model yang paling efektif bagi anak. Perilaku agresif ini terjadi karena mencontoh. Bentuk-bentuk agresif antara lain : letupan kejengkelan, marah secara verbal, menyerang dengan fisik, mengancam, tantrum (ledakan marah), merusak, dan melempar benda-benda sekitar.

Ternyata sikap agresif dapat dicegah, bagaimana caranya? Berikut kiat-kiat mencegah sikap agresif pada anak:

  1. Orang tua bersikap tegas. Agresif seringkali disebabkan karena kurangnya disiplin dari orang tua.
  2. Terima kehadiran anak A Orang tua yang menolak anak, tidak hanya gagal memberi afeksi tapi juga cenderung melakukan hukuman fisik yang keras.
  3. Kehangatan orang tua kurang dirasakan anak dan hukuman fisik yang berkepanjangan cenderung menghasilkan anak agresif, memberontak dan tidak bertanggung
  4. Batasi tontonan yang memperlihatkan kekerasan. Acara televisi yang mempertontonkan kekerasan merupakan sarana belajar tingkah laku agresif yang paling mudah ditiru anak. Karena itu orang tua perlu membatasi tontonan tersebut pada anak.
  5. Meningkatkan rasa bahagia di dalam keluarga. Orang yang bahagia cenderung bersikap baik pada dirinya dan orang lain.
  6. Orang tua dan keluarga yang lain tidak bertengkar di depan anak.
  7. Ajak anak bergerak dan beraktivitas fisik yang wajar sehingga terjadi pelepasan energi. Hal itu dapat dilakukan dengan memberi anak kebebasan main di luar rumah atau ruang yang luas.
  8. Meningkatkan keterlibatan orang tua. Anak yang masih kecil butuh keterlibatan orang dewasa dalam aktivitasnya. Perhatian orang tua membuat anak merasa tenang dan aman.


Sumber: Irwan Prayitno. 2003. Anakku Penyejuk Hatiku. Bekasi: Pustaka Tarbiatuna.


by. guru mim taskombang